FGD: Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan



*Berbasis Karakteristik Wilayah

Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan

Kapuas, BARITO
Focus Group Discussion (FGD) pengelolaan lahan gambut berkelanjutan berbasis karakteristik wilayah telah dilaksanakan di Kapuas, Kamis 19 Nopember 2015 oleh Himpunan Masyarakat Gambut Indonesia (HGI) bekerjasama Badan Litbang Kementan dan Pemda Kapuas. FGD dihadiri 70 peserta yakni peneliti dan pemerhati gambut dari lembaga pemerintah (Badan Litbang Kementan, KLHK, Pemda), swasta (Gapki, RAPP), perguruan tinggi (Unlam, Unpar, Untan, IPB), anggota HGI, lembaga masyakarat adat (Dewan Adat Dayak) dan LSM yang berada di Kapuas.

Hasil rumusan menyebutkan bagi masyarakat Indonesia lahan gambut memiliki nilai ekonomi sosial budaya dan lingkungan. Nilai ekonomi terkait dengan produksi pertanian, perkebunan, hutan tanaman industri, nilai lingkungan terlibat habitat flora dauna, penyimpanan karbon, pengatur tata air, nilai sosial budaya.
Selain itu, menurut Balitbang Kementan luas lahan gambut 14,9 juta hektar terdiri 8,3 juta hektar hutan rawa gambut alami, dan 6,6 juta hektar telah termanfaatkan. Dari lahan yang sudah dimanfaatkan terdapat 4,4 juta hektar lahan bongkar dan 0,6 juta hektar lahan bekas tambang. Desakan pengguna lahan gambut tak terhindarkan akibat pertambahan penduduk, tuntutan pembangunan dan terbatas ketersediaan lahan untuk berbagai sektor seperti pertanian, perkebunan, hutan tanaman industri, serta pemukiman penduduk dan infrastruktur.
Kemudian, hasil inovasi teknologi pengelolaan lahan gambut lebih banyak terkait dengan aspek biofisik, namun yang terkait aspek sosial budaya sedikit. Begitu pula kebijakan dan regulasi kurang diperhatikan sehingga penerapannya terhambat. Berikutnya, pemanfaatan lahan gambut perlu mengikuti kesepakatan zonasi sesuai dengan kekhasan biofisi, sosial, budaya. Dan pengelolaan lahan gambut perlu memperhatikan time frame secara jelas sesuai tahapan pencapaian reklamasi. Tak ketinggalan ada kompleksitas dalam menetukan peruntukan lahan gambut secara berkelanjutan, sehingga pilihan yang bijak adalah pemanfaatan lahan gambut harus memegang prinsip keseimbangan budidaya agrokompleks dan konservasi lahan, serta memperhatikan aspek sosial budaya masyarakat lokal. "Sebagai bagian upaya pencegahan, penanggulangan dan pemulihan kebakaran di lahan gambut perlu ditingkatkan pemahaman terhadap multifungsi lahan, pelibatan masyarakat,dan pemebri insentif bagi masyarakat yang menerapkan pengelolaan lahan tanpa bakar," ujar Tim Perumus Prof Abdul Hadi.
Atas dasar itulah muncul pernyataan Kapuas. "Dimana gambut merupakan sumber daya lahan yang harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat," ujar Ketua HGI Prof Supiandi Sabiham, di aula Bappeda Kapuas, Jumat (20/11)
Pemanfaatan lahan gambut, sebutnya, harus memegang prinsip keseimbangan antara budidaya agrokompleks dan konservasi lahan, serta memperhatikan aspek sosial budaya masyarakat lokal.
Atasnama peserta FGD dan Seminar yakni Prof Supiandi Sabiham (HGI), Dr Ahmad Kurnain (Unlam), Dr Dedi Nursyamsi (Balitbangtan), Syahfial (LSM lokal), Ir Dian Novarina (Praktisi-Swasta).
Dan tim perumus Prof Abdul Hadi, Prof Muhammad Noor, Dr Ahmad Kurnain, Dr Edi Husen, Dr Eny Maftuah, Syahfial, dan Agung.
Bupati Kapuas Ben Berahim S Bahat menyatakan, keberadaan lahan gambut sangat masyarakat Kapuas, terutama mampu termanfaatkan sebagai lahan produktif. "Lahan gambut harus dibudidayakan untuk lahan pertanian secara luas," katanya, Jumat (20/11).
Lahan gambut, sambungnya, sangat baik dalam arti luas, tidak hanya untuk padi, tetapi sawit juga menguntungkan.
Kepala Litbang Pertanian Kemantan Dr M Syakir mengakui, lahan gambut sebagai sumber daya, dan memberikan kontribusi ekonomi masyarakat. "Pengelolaan sektor lingkungan dan pertanian sinergis, mengingat masalah lahan gambut menjadi penopang pertumbuhan ekonomi, dan sosial," katanya sekaligus membuka acara FGD dan Seminar mewakili Mentan. Amran Sulaiman, di aula Bappeda Kapuas, Jumat (20/11).
Dia menilai, Kapuas sangat strategis, dan pusat pengelolaan lahan gambut di Indonesia. "Jika terkelola secara baik, maka mampu mengatasi kebakaran di lahan tersebut," katanya.
315 hektar lahan gambut di Kapuas, sebab itu dibutuhkan pilot project dalam pengelolaan lahan gambut."Jadi butuh pemikiran dan kerjasama untuk menangani lahan gambut yang setiap tahun terbakar," bebernya.
Dia memastikan, sektor perkebunan tidak diperkenankan melakukan pembakaran lahan gambut, sebab itu secara perlahan harus dibuat, dan tidak boleh langsung ditanami. "Sya persiapkan langkah dan pendekatan khusus, sehingga berjalan perkebunan tanpa mengabaikan lingkungan, tentu inovasi teknologi," katanya.
Lahan gambut, katanya, belum ada pengelolaan secara benar, sebab lahan gambut menyimpan air. "Artinya pengelolaan lahan gambut harus selektif dalam pertanian perkebunan," katanya.
Peneliti international lahan gambut Lulie Melling Phd menyatakan, banyak masyarakat tak mengetahui pengetahuan lahan gambut, sehingga muncul kebijakan kurang tepat. “Perlu betul-betul mempelajari lahan gambut dengan benar,” kata Direktur Tropical Peat Research Laboratory Unit, Malaysia ini. afdi/brt

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Alumnus SHD dan SPP Gelar Reuni di Banjarmasin

Harga Promo Sepuasnya, Samosir Karaoke Dilaunching di Banjarmasin