Pelaku Usaha di Kalsel Tergantung UU Jasa Konstruksi

Pelaku Usaha Tergantung UU Jasa Konstruksi Banjarmasin, BARITO Konstruksi terkait barang dan jasa itu tidak perlu dikhawatirkan, payung hukum Undang-undang (UU) Jasa Konstruksi, berikut peraturan pemerintah sudah sangat jelas. Kendati begitu yang ditakutkan pelaku usaha dalam pekerjaan konstruksi yakni tindak pidana korupsi. Padahal dalam perkara konstruksi hanya tiga persoalan yang dicermati seperti cedera janji dalam kontrak. "Terikat dalam perjanjian, apakah sesuai dengan janji atau tidak," ucap Ketua Intakindo Kalsel Subhan Syarief, Rabu (25/5). Kemudian, tambah Subhan Syarief, kegagalan konstruksi yakni pekerjaan tidak sesuai dengan direncanakan. Selanjutnya, kegagalan bangunan, namun jika bangunan sudah dioperasionalkan, tentu bukan gagal bangunan. "Ya, bisa mutu atau kualitas tidak sesuai syarat. Tetapi siapa yang berwenang menilai itu. Tentu penilai ahli sesuai UU Jasa Konstruksi yang melakukan penilaian," kata arsitek ini. Dalan UU Jasa Konstruksi, sambung Subhan, hanya ada perdata dengan ganti rugi, dan pidana bisa terjadi jika perdata tidak dilaksanakan. "Jadi banyak dalam kasus dugaan korupsi dibidang jasa konstruksi, masih belum menerapkan UU Jasa Konstruksi dalam penyidikannya," ucap Subhan. Sesungguhnya, kata Subhan, UU Jasa Konstruksi itu membangkrutkan, sebab harus mengembalikan ke asal mula sesuai perencanaan. "Kalau tidak bisa memenuhi pergantian, baru bisa dilaporkan ke pihak berwajib. Itu pun harus dilakukan oleh tim penilai ahli," bebernya. Terkait waktu, tim penilai minimal bekerja selama tiga bulan. "Dalam tiga bulan bisa diambil kesimpulan, dan jika persoalan diselesaikan secara kekeluargaan, maka permasalahan langsung dinyatakan selesai," kata pria yang sering menjadi saksi ahli dalam persidangan tindak pidana bidang jasa konstruksi itu. UU Jasa Konstruksi termasuk lex spesialis, dan harus mengacu dari UU tersebut. Menyangkut pengembangan jasa konstruksi, sambung Subhan, harus memperhatikan tiga macam yakni aspek kompetensi, aspek kompetisi, dan aspek kontribusi. Kompetensi, sebutnya, harus mengikuti standar nasional dan internasional, sedang kompetisi karena ada persaingan bebas, namun perlu ada kewajiban bermitra dengan pengusaha daerah. "Mitra sinergis antara pengusaha kecil, menengah, dan besar," katanya. Kontribusi yakni menyangkut pembayaran, apakah sudah memenuhi standar upah secara nasional dan international, termasuk untuk tenaga ahli. "Ketiga aspek ini harus diperhatikan pengusaha di daerah," tutur Subhan Syarief. afdi/brt

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Alumnus SHD dan SPP Gelar Reuni di Banjarmasin

Harga Promo Sepuasnya, Samosir Karaoke Dilaunching di Banjarmasin