Tak Mampu Jadi Bank Devisa, Bank Kalsel Dikritik
Banjarmasin, BARITO
Bank Kalsel usianya 51 tahun telah berkembang menjadi bank asli banua yang cukup baik. Namun dalam perjalanannya, Bank Kalsel menuai kritik, terutama tidak tercapainya keinginan sebagian masyarakat, sebagai Bank Devisa.
Tercatat hingga Desember 2014 lalu, aset Bank Kalsel sudah tembus Rp 10,82 triliun, atau naik 14,26 persen dibanding 2013 lalu.
Untuk dana terliki sekitar Rp 7,8 triliun, atau naik 7,5 persen dibanding tahun 2013. Sedang kredit kini angkanya sudah mencapai Rp 7,18 triliun, naik 15,12 persen dibanding tahun lalu.
Dari sisi teknologi dan SDM yang dimiliki pun kini bank asli urang banua  juga bisa dibilang sudah sejajar dengan perbankan nasional maupun internasional lainnya yang berekspansi ke Bumi Lambung Mangkurat.
Tetapi dibalik perkembangannya tersebut, hingga kini Bank Kalsel hanya bisa menjadi Bank Umum semata, belum berkembang menjadi Bank Devisa. Padahal jika dilihat dari keadaan Bank Kalsel sekarang, mudah tentunya untuk meningkatkan level Bank Kalsel menjadi Bank Devisa.
Bank Devisa sendiri adalah bank yang memperoleh surat penunjukan dari Bank Indonesia untuk dapat melakukan kegiatan usaha perbankan dalam valuta asing.
Bank Devisa dapat menawarkan jasa-jasa bank yang berkaitan dengan mata uang asing seperti transfer keluar negeri, jual beli valuta asing, transaksi ekspor import, dan jasa valuta asing lainnya.
Terkait hal ini, Wakil Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Kalsel Bidang Perbankan H Tajuddin Noor sangat menyayangkan, kenapa hingga sekarang Bank Kalsel belum ingin berbenah menjadi Bank Devisa.
Jika melihat potensinya, di Kalsel sangat menjanjikan. Sebab banyak hasil alam di banua yang diekspor ke luar negeri, tentunya sangat memerlukan perantara Bank Devisa dalam setiap transaksinya oleh pengusaha yang mengeksplorasi ke pembeli di luar negeri atau sebaliknya.
Bahkan dibanding Bank Jatim, Bank Kalsel sangat jauh tertinggal, karena mulai tahun 1990, bank tersebut sudah meningkatkan statusnya dari Bank Umum menjadi Bank Umum Devisa, hal ini ditetapkan dengan Surat Keputusan Bank Indonesia Nomor 23/28/KEP/DIR tanggal 2 Agustus 1990.
"Bank Kalsel ini mulai zaman keemasan kayu, batu bara, rotan hingga sawit sekarang masih juga belum menjadi Bank Devisa. Akibatnya mereka hanya bisa menjadi penonton di saat perbankan lainnya bisa meraup banyak keutungan dari transaksi yang cakupannya lebih luas karena sudah berstatus Bank Devisa," kata pengusaha ini, Selasa (2/6).
Dia mengaku bingung sampai sekarang niat untuk menjadi Bank Devisa oleh Bank Kalsel belum ada langkah konkrit. Apakah karena takut pengawasannya jadi lebih ketat yang nantinya akan sulit bagi oknum tertentu untuk bermain, atau bagaimana dirinya juga masih belum mengetahuinya secara konkrit.
"Dengan menjadi Bank Devisa memang Bank kalsel dituntut untuk lebih transparan lagi dalam pengelolaan dan pelaporan keuangannya. Apakah karena hal itu atau yang lainnya saya juga tak tau pasti, namun yang jelas dari sisi persyaratan mereka sebenarnya bisa untuk menjadi Bank Devisa," tegasnya.
Tajuddin berharap menjadi Bank Devisa bisa menjadi hal yang bisa direalisasikan dalam waktu dekat ini. Khususnya bisa menjadi janji para kandidat Direktur Utama Bank Kalsel yang baru.
"Sebentar lagi kan pemilihan direktur baru, kita harapkan menjadi Bank Devisa ini bisa menjadi priooritas dan janji mereka untuk semua calon kandidat. Jangan sampai hanya meneruskan yang sudah ada saja," tandasnya.
Di tempat terpisah, Kepala Divisi Perencanaan Bank Kalsel H Fauzan Noor mengakui, pihaknya telah melakukan studi kelayakan Bank Devisa tahun 2014.
"Kami harus menyiapkan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM), infrastruktur, prospek bisnis yang kuat," tuturnya.
Bahkan, sambungnya, kini sambil jalan dipersiapkan, termasuk memenuhi ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait Bank Umum Kelompok Usaha. afdi/brt

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Alumnus SHD dan SPP Gelar Reuni di Banjarmasin

Harga Promo Sepuasnya, Samosir Karaoke Dilaunching di Banjarmasin